Selamat Datang

Selamat Datang, Diharapkan bersedia untuk memberikan komentar dan saran. Terima Kasih

Sabtu, 05 Maret 2011

Amerika Dan Propagandanya

Richard Norman Etika, Membunuh, dan Perang (1995) menuturkan dalam bukunya, bahwa perang adalah suatu cara yang elegan dan dapat disyahkan untuk melakukan pembunuhan atau pembunuhan dalam perang adalah sesuatu yang lebih dapat diterima. Perang dilakukan untuk lebih memudahkan suatu kepentingan mencapai tujuan, dengan kata lain, perang adalah jalan alternatif tercepat untuk memaksakan suatu kepentingan terealisasi. Sebelum perang terjadi, pengambil kebijakan harus bisa mempengaruhi publik agar bersuara bahwa, perang adalah suatu keharusan yang wajib dijalani. Suka tidak suka, mau tidak mau, publik harus bisa digiring untuk beropini, tidak ada lagi jalan keluar selain perang.



Nazi jerman adalah salah satu pihak yang pernah mengelola dan mengembangkan secara serius strategi pembentukan opini publik atau disebut juga propaganda. Hasilnya sungguh mencengangkan, sebagai negara terkucil yang wajib menanggung beban besar karena kekalahan perang pada PD I, jerman bangkit menjadi raksasa tekhnologi dan militer, hanya dalam waktu kurang dari 1o tahun (1933- 1942). Propaganda juga digunakan untuk menguasai dunia melalui PD II, hampir seluruh Eropa dan Afrika jatuh ke tangan Nazi jerman.

Dahsyatnya propaganda Nazi dipelajari dengan serius oleh Amerika dengan didirikannya VOA voice of america pada 24 Februari 1942. Pada akhir PD II VOA sudah melakukan siaran dalam 40 bahasa, satu hal yang tidak dilakukan Nazi. Kini VOA baru saja berulang tahun ke 69. Barometer usia yang cukup tua bagi Amerika mengenal kegunaan propaganda untuk bisa secara mumpuni mempengaruhi opini publiknya sendiri dan dunia.

Sudah beberapa kali Amerika menggunakan propaganda untuk membenarkan alasan penyerbuan ke negara merdeka lain. Sebagai contoh, Republik Grenada sebuah negara kecil di karibia. Di tahun 1983 (Era Presiden Reagen) Amerika menginvasi Grenada dengan alasan ada warga Amerika terancam di negara itu dan disinyalir Grenada telah menjadi tempat penimbunan senjata milik Kuba hingga berjumlah 12 gudang besar, The US Invasion of Grenada stephen zunes 2003. Lebih dari 63 persen publik Amerika mendukung Invasi Mr. Ronald Reagen yang mantan cowboy itu dan duniapun menganggap pendudukan AS atas Grenada adalah hal wajar. Setelah Grenada jatuh dan regim diganti dengan apa yang lebih disukai Reagen, ternyata tidak ada 12 gudang besar senjata Kuba disana, yang ada hanyalah 3 museum senjata kuno dan warga Amerikapun tidak ada yang terancam sebaliknya, mereka enggan keluar dari Karibia yang eksotis itu.

Pengganti Reagen yakni George H. W. Bush atau yang lebih dikenal dengan Bush senior melanjutkan pola yang sama. Invasi ke panama (1989). Bush senior beralasan, ada warga Amerika terancam, tindakan terpaksa untuk menyelamatkan hak asasi manusia dan demokrasi, Noriega (Presiden Panama kala itu) terbukti menjual mariyuna ke generasi muda AS. Bahkan untuk melengkapi propaganda dalam rangka membenarkan invasi ini, diperlihatkan kala itu tertangkapnya sebuah kapal capung Panama yang dipenuhi kardus mariyuana. Setelah Panama berganti regim dengan yang lebih disukai Bush senior terungkaplah bahwa Noriega tidak pernah jualan mariyuana dan tak satupun warga negara Amerika terancam. Ia, Noriega hanyalah seorang Jenderal nasionalis gila yang berusaha menasionalisasikan terusan Suez untuk kepentingan Bangsa Panama sebagai pemilik tanah genting yang membagi dua benua Amerika itu.

Putra Bush atau disebut Bush junior yang juga akhirnya menjadi Presiden Amerika, mengikuti jejak ayahnya, menginvasi negara merdeka lain dalam hal ini, Afghanistan (2001). Bush kala itu memprovokasi seluruh dunia (provokasi adalah sebutan untuk model propaganda yang telah megalami pembaharuan) untuk menggalang kekuatan bersama menghadapi terorisme internasional. Pendudukan Afghanistan berlangsung dengan heroik di depan mata dunia, Amerika adalah pahlawan yang menumpas teroris hingga akar- akarnya yang disinyalir dilindungi penguasa Afghan saat itu, Taliban. Taliban dibusukan dengan slogan “Regim Afghan dibiayai hasil penjualan obat bius hasil produksi segitiga emas Afghan, Pakistan dan India. Regim Taliban jatuh dan diganti dengan regim yang lebih disukai, namun ternyata tidak ada satupun petinggi jaringan teroris Al-Qaeda yang tertangkap. Osama bin laden mungkin saat ini tengah sibuk menjadi juri kontes kecantikan di Venezuela dalam rangka negeri itu merebut kembali gelar Miss Universe. Juga tidak ada obat bius yang dipakai untuk membayar gaji pegawai. Pegawai pemerintahan Taliban tetap lebih suka menerima gaji dalam bentuk uang tunai ketimbang dalam bentuk obat bius.

Tahun 2003 masih di masa Presiden Bush Junior, Amerika kembali menginvasi sebuah negeri merdeka, Iraq. Negeri Babilonia yang sarat dengan perbendaharaan sejarah inipun luluh lantak. Seperti yang sebelumnya, propagandapun dilancarakan untuk membunuh karakter Presiden iraq kala itu Sadam Husein. Iraq dikatakan tempat yang cocok bagi Al-Qaeda untuk berlindung pasca jatuhnya regim Taliban Afghan. Sadam, adalah anjing gila padang pasir anti kemanusiaan dengan label pembantai suku Khurdi. Sadam juga didaulat memiliki hobi berperang dengan negara teluk lain dan punya kesenangan membuat sekaligus menimbun senjata pemusnah massal. Dunia diingatkan kembali bahwa Iraq pernah berniat memproduksi hulu ledak nuklir di reaktor Osiraq. Reaktor ini akhirnya rata dengan tanah setelah dihajar gempuran skuadron F-16 Israel pada 1981. Perancis sendiri yang kehilangan satu tenaga ahlinya akibat serangan Israel itu menyatakan, reaktor hanya untuk pembangkit listrik. Dunia tak peduli dengan keberatan Prancis dan Jerman yang yakin Iraq belum pernah ada niat produksi nukilr, Amerika bersama 39 negara lain dengan membabi buta mengerumuni Iraq setelah sebelumnya rakyat Iraq dibuat 6 bulan menderita kelaparan akibat embargo ekonomi penuh atas pangan dan obat- obatan. Setelah mengganti dengan regim yang lebih disukai dan kemudian menggantung mati anjing padang pasir kudisan Sadam Husein, duniapun mengetahui di Iraq yang ada hanyalah para janda yang banyak ditinggal mati suaminya. Tidak ada Al- Qaeda. Tidak ada senjata pemusnah massal, yang ada kini perang saudara massal yang belum bisa diprediksi kapan akan berakhirnya.

Regim Ben ali, Tunisia dan Hoesni Mubarak, Mesir juga musnah akibat kedahsyatan propaganda yang kini bukan hanya melalui jaringan televisi tetapi juga melibatkan jaringan kawat telegram/fax dan internet. Sadar propaganda kini memiliki media baru, China segera memblok jaringan internetnya untuk tabu bicara hal- hal politik, beberapa aktivis segera menginap di tahanan politik negeri itu.

Bila rakyat suatu negeri itu bisa mengganti regim dengan kekuatannya sendiri, Amerika tetap berada di belakang gerakan oposisi, mendukung dan mensuport. Hal ini bisa kita saksikan dari kesibukan Barrack Obama, Presiden US saat ini berstatement atas negeri orang lain yang tengah bergolak. Tahun 2006 Menlu Amerika saat itu , Condoleezza Rice mengenalkan perlunya Amerika berperan untuk terciptanya sebuah tatanan kawasan timur tengah baru yang lebih dapat diterima. Samira Rajab seorang anggota parlemen Bahrain dalam wawancara dengan Kantor Berita Rusia Ria Novosti menyatakan, kini dunia menyaksikan kebijakan yang digulirkan Condoleessa Rice itu tengah dijalankan.

Propaganda yang telah efektif menghasut rakyat agar memaki pemimpinnya sendiri untuk bergolak akan ditambah dan dilipatgandakan dengan pembusukan luar dalam si pemimpin sebagaimana terhadap Jenderal Gila Noriega, Anjing Kudisan Sadam Husein dan sepertinya kini menimpa, Kolonel Psikopat Khadafy. Libya akhirnya terjerumus perang saudara. Tidak ada yang tahu, siapa yang membunuh rakyat Libya. Melalui putranya, Khadafy tidak mengakui membunuh rakyatnya dengan merudal mereka dari jet tempur. Jet tempur hanya untuk menakut- nakuti sebagaimana halnya dua jet tempur yang membelot lalu mendarat di Malta. Tidak ada bukti ke dua jet pembelot yang heroik itu membawa rudal. Bisa jadi, jet jet tempur yang menghajar oposisi Libya pada bagian sirip ekornya ternyata ada bulatan bendera asing. Siapa tahu sentimen anti Kolonel Psikopat Khadafy akan semakin menglobal. Siapa tahu serbuan asing atas Libya nanti akan mendapat legitimasi dan syah lagi benar dan dibenarkan. Siapa tahu Libya akan segera jatuh ke telapak kaki kekuatan asing seperti apel busuk yang jatuh dari pohonnya, Marshall Green Dubes Amerika Serikat untuk Indonesia berkomentar tentang situasi Jakarta 1966.


Sumber : Kompasiana

2 komentar:

  1. hahaha itu artinya maling teriak maling Pak Dolly.. Amrik kan Yahudi.. jadi setali tiga uang deh kelicikannya dengan Israel.. semoga negara kita enggak terlalu terlena dengan Amrik ya

    BalasHapus
  2. Amrik dan antek2nya...the real teroris

    BalasHapus