Parade kekuatan senjata mutakhir digelar lagi dalam perang “domba vs singa” barisan singa, Amerika plus Nato mendapat kesempatan show of force dan pamer senjata canggih. Mereka selalu mendapat banyak keuntungan langsung dari pergerakan tentara dan alat perangnya. Pertama memroklamirkan diri bahwa mereka adalah barisan “singa”, kekuatan terbesar di bumi, so jangan pernah main2 dengan Amerika dan partnernya. Kedua dengan mudah mereka memarken kecanggihan alat perangnya yang dapat menggiur pemimpin negera lain dan para mafia untuk membelinya. (beberapa sumber menyebut para singa inilah pemasok senjata bagi para mafia dan terorist). Ketiga yang mungkin terpentingnya adalah mengeruk minyak negara yang diagresi. Denga dalih, memaksakan ideologi demokrasinya, sukses menumbangkan beberapa tiran di timur tengah baru2 ini yang berpaham monarkhi dan sosialis condong ke “kiri”.
Pemaksaan ideologi demokrasi sukses dengan kerja2 intelejen para singa itu. Kemampuan menyusupkan intelejennnya di struktur sebuah negara sampai pada tingkat supra, mumpuni. Kitapun pernah kecipratan gossip itu yang menodai halaman putih bertinta emas yang pernah ditorehkan “Si kancil” Tokoh bangsa ini. Meskipun tidak semuanya sukses, operasi intelejen ini juga pernah dipermalukan di banyak tempat. Di Amerika selatan, mereka tahu tipu daya singa itu. Dengan pemimpin berkarakter sekelas Fidel Castro dan Hugo Chaves yang berani mengusir perusahaan raksasa Amrik di negerinya. Hasilnya terlihat nyata kemajauan ekonomi mereka tanpa “bantuan” si Tuan besar, paman Sam. Kebijakan politik Kuba dan Venesuela itu menginspirasi pemimpin lain di regional itu. Negeri latin saat ini hampir semuanya memutus kontrak dengan perusahaan amerika atau kontark baru yang menguntungkan kedua belah pihak.
Di timur tengah, pemimipn Iran juga survive dari kerja intelejen singa itu, meskipun “singa” itu telah membiayai opsoisi, menggerakan pemuda dan mahasiswa dengan slogan dan doktrin demokrasi, membalikkan fakta menjelang Pemilu bahwa oposisilah yang akan menang, opini ini terbangun dan mempengaruhi opini dunia tapi faktanya, Ahmadinejad tidak tergantikan. Rakyat lebih percaya kepemimpinan para mullah dengan Ahmadinejad sebagai presiden. Di Palestina juga pemilu telah mempermalukan Amrik dan sekutunya tapi karena Paman sam tidak berkenan, hasilnya tidak diakuinya.
Kembali ke Lybya, saat ini dan beberapa hari kedepan, TV kita akan menderu2 memberitakan desingan peluru dan hantaman mortir mengenai kepala siapa?, menembus dada anak siapa?, mencabut nyawa ibu siapa?, meluluh-lantakan gedung apa dan seterusnya, di Libya. Kita hanya dapat menyaksikan dan mengelus dada pembantaian biadab itu.
Alasan pengerahan pasukan Amerika plus Nato di Libya:
Untuk menghentikan perang saudara di Lybya.
Perang untuk menghentikan perang ???? logika para Yankees dan sekutunya demikian kalau yang akan diperangi ada banyak hal yang bisa dikeruk. Perang saudara di negeri2 miskin Afrika tidak ada yang peduli menghentikannya kecuali sebarisan kecil pasukan perdamaian PBB dari negara2 miskin juga seperti pasukan garuda, Indonesia.
Mencegah pembantaian penguasa pada rakyatnya.
Alasan ini kedengarannya bagus,…tapi apakah perlu kekuatan sebesar itu??. Di ndonesia, Bung Karno yang anti amerika dan pak Harto yang mulai berani membantah Amerika ditumbangkan dengan kerja apik intelejen,.. Libya yang kecil itu harus dengan perang??. Kalau itu prinsip hidup internasional dan mesti ditegakkan, mengapa Israel yang membantai rakyat Palestina yang nota bene secara de jure dan de vacto adalah jajahannya diabaikan?. Mr. Obama hanya perlu memberi lips service pada warga dunia bahwa dia tidak menyetujui aksi teror zionist itu, lalu apa???? mungkin setelah pidato dilive seluruh jaringan TV dunia itu, dia teleponan dengan pemimpin Israel, “maaf jangan tersinggung yah, just kidding men! kalian khan donatur terbesar kampanye saya, saya tahu kok kalian yang setting agar saya jadi presiden Amerika, hahahaha supaya bisa diatur khan??? saya ngerti kok,…suksesi berikut bantu lagi yah shohib”. Mendiamkan pembantaian pernah juga dilakukan pendahulu Obama. Ketika terjadi pembantaian besarbesaran demonstran di China,…hanya mengutuk tanpa mengerahkan pasukan, tapi ini lain soal, mereka takut menyulut perang yang imbang selain itu untuk apa? tidak ada kepentingan untuk mengeruk isi perut bumi di China. Respon yang sangat berbeda di Libya!!!
Mengganti pemimpin yang otoriter, berkuasa sepanjang masa.
Di Arab saudi, Kuwait, Brunai, Emirat Arab dan lain-lain negeri sekutunya yang telah mewakafkan tanah dan kandungan alamnya kepada tuannya tidak pernah di “Jamah” oleh Polisi dunia itu?? padahal negera itu jelas2 monarki, mereka bahkan dilindungi, karena mereka patuh dan selalu bekerja sama.
Standar ganda dalaam kebijakan politik amerika seia sekata dengan mitranya yang notabene saudara anglo-saxonnya. oleh karenanya dibawah komando Amerika, Nato selalu siap! karena disana ada kue yang bisa dibagi. Pasca perang Libya kita akan menyaksikan perusahaan raksasa berbendera USA, Prancis, Ingris, Itali…. disan,a besar kecilnya tergantung kontribusinya di Perang ini. Lihatlah di Irak, perusahaan Nasional Irak telah diganti dengan mereka.
Perang Libya sebenarnya bagian dari skenario besar menguasai minyak dunia. Setelah terdesak keluar di Amerika selatan, perusahaan minyak Amerika mulai gigit jari dan kelimpungan ditambah kekuatiran dengan kebutuhan minyak dalam negerinya yang begitu besar. Tidak ada jalan lain harus ekspansi ke timur tengah. Masalahnya kemudian adalah sulit memengaruhi meneken kontrak kerjasama yang menguntungkan mereka bila pemimpin negara itu adalah pemimpin mapan. Mereka yang telah kenyang pengalaman menjadi kepala Negara atau pemerintahan dan tahu model kerjasama bisnis dengan barat. Pasti mempersulit jalannya “kerjasama” atau mau tapi dengan syarat yang berat. Oleh karena itulah hal pertama yang dilakukan adalah menyingkirkan pemimpin itu. Tentu dengan cara “beradab” tanpa kekerasan. Operasi intelejen selalu jadi opsi pertama dan utama, membuat people power, oposisi mendesak penguasa lalu ada sinyal dari Washington mendukung oposisi maka sang penguasa ketakutan langsung pergi bahkan ada diantaranya yang lupa menyerahkan kekuasaannya , sepertinya menyerahkan ke Tuan besarnya “terserah kamu mau tunjuk siapa OM Sam”.
Strategi itu mandek di Libya. Khadafi, sang Kepala batu tak memedulikan apa yang dilakukan rakyat yang menentangnya menutup mata untuk melihat sinyal gedung putih. Seperti tahu nada orkestra yang di dirijeni Amerika, Kadhafi memainkan nada berbeda. Dia menolak mundur. Ada kesalahan strategi ‘mengompori”di Libya.. Mereka lupa mengelus jago sebagai tokoh sentral pergerakan melawan Khadafi. Akibatnya, Khadafi merasa tidak punya lawan sepadan. Dia hanya menghadapi rakyatnya bukan pemimpin rakyat yang lain sehingga baginya tidak ada yang perlu ditakuti. Berbeda dengan Mubarak yang berhadap2an dengan Amir Moussa dan Elbaradei.
Menghadapi kebuntuan itu, Amerika dan Nato memilih cara Barbar. Begitulah seharusnya! sebab rakyat di wilayah ini terlanjur termakan propaganda dan bersinergi dari suatu negeri ke negeri lainnya menggulingkan penguasanya dengan eskalasi cepat. Kalau buntu di Libya maka akan sulit menguasai seluruh ladang “emas hitam” di perbatasan Asia dan Afrika itu.
Tujuan utama perang ini adalah mendapat ladang minyak dengan cadangan besar, untuk itu pemimpinya harus dapat dikendalikan mereka. Maka dapat pastikan, setelah “Tsunami poltik” mengguncang timur tengah maka akan berjajar rapi barisan boneka Uncle Sam sebagai pemimpin di wilayah itu…..Maka jangan percaya Bila Yordania, Uni Emirat dan Arab Saudi akan mengalami nasib sama selama mereka masih mau jadi “boneka manis” mainan paman Sam. Perang Libya, episode setelah perang Irak “perang ladang minyak Part II”
apakah kolonel Khadafi Pemantik apinya ???
Sumber : Kompasiana
http://fannyphysicseducation.blogspot.com/
BalasHapusfoll back yaaa
postingannnya bgus...
salam bloofers !!