Di Kecamatan Ipuh, khususnya Desa yang masyarakatnya bermata pencaharian
sebagai petani padi sawah, ada sebuah budaya tradisional sangat erat kaitannya dengan bidang
pertanian yang disebut sebagai “Ratip Bajalan”, dimana dapat diartikan sebagai
berdoa, bersholawat bertahlil sambil berjalan. Maksud diadakannya Ratip Bajalan
ini adalah untuk meminta kesuburan tanah, panen melimpah, serta terhindar dari
malapetaka baik yang akan menimpa tanaman maupun manusia yang mengerjakannya.
Belum lama ini Desa Pasar Baru, Desa Pasar Ipuh dan Desa Tanjung Harapan, Kecamatan
Ipuh melaksanakan kegiatan Ratip Bajalan ini secara serentak.
Sejak kapan Ratip Bajalan ini diadakan? Sampai kini belum ada yang
mengetahuinya secara pasti. Namun, menurut cerita yang berkembang secara
turun-temurun di kalangan masyarakat, kisah dibalik adanya Ratip Bajalan sudah
ada sejak zaman nenek moyang dahulu, yaitu dimana timbulnya berbagai macam hama
penyakit yang menyebabkan kematian tanaman pertanian. Untuk mengatasi bencana
tersebut, masyarakat mengadakan permohonan doa dengan berjalan mengelilingi
persawahan.
Ratip Bajalan biasanya dilaksanakan pada saat bulir-bulir padi
mulai keluar dari batang padi, dan sesuai dengan kesepakatan para perangkat
desa dengan perangkat sarak dan perangkat adat. Sebagaimana kegiatan budaya
tradisional pada umumnya, Ratip Bajalan juga dilakukan dengan melalui beberapa tahapan.
Tahap-tahap yang dilalui dalam kegiatan ini adalah sebagai berikut: (1) Perangkat
Sarak (agama), perangkat adat serta perangkat desa memusyawarahkan kapan akan
dilaksanakannya kegiatan. (2) Pada saat hari kegiatan perangkat sarak (agama),
perangkat adat serta perangkat desa mengeliling sawah warga masing-masing desa.
Pada saat berkeliling ini memanjatkan doa, tahlil serta sholawat, kemudian
apabila bertemu dengan pondok sawah petani maka akan dikumandangkan azan,
berdoa kemudian ditutup dengan makan makanan kecil yang telah disediakan oleh
pemilik pondok. (3) Setelah perangkat sarak, perangkat adat serta perangkat
desa selesai mengeliling sawah milik warganya masing-masing maka seluruh
pelaksana Ratip Bajalan yang terdiri dari 3 desa berkumpul bersama dengan
melakukan doa bersama yang diakhiri dengan makan bersama.
Nilai Budaya Ratip Bajalan ini, ika dicermati secara mendalam,
mengandung nilai-nilai yang pada gilirannya dapat dijadikan sebagai acuan dalam
kehidupan sehari-hari. Nilai-nilai itu antara lain adalah: kebersamaan,
ketelitian, gotong royong, dan religius. Nilai kebersamaan tercermin dari
berkumpulnya anggota masyarakat dalam suatu tempat, makan bersama dan doa
bersama demi keselamatan bersama pula. Ini adalah wujud kebersamaan dalam hidup
bersama di dalam lingkungannya. Oleh karena itu, upacara ini mengandung pula
nilai kebersamaan. Dalam hal ini, kebersamaan sebagai komunitas yang mempunyai
wilayah, adat-istiadat dan budaya yang sama. Nilai ketelitian tercermin dari proses Ratip Bajalan itu sendiri.
Sebagai suatu proses, Ratip Bajalan juga memerlukan persiapan, baik sebelum,
pada saat prosesi, maupun sesudahnya. Persiapan-persiapan itu, tidak hanya menyangkut
peralatan, tetapi juga tempat, waktu, pemimpin, dan peserta. Semuanya itu harus
dipersiapkan dengan baik dan seksama, sehingga Ratip Bajalan dapat berjalan
dengan lancar. Nilai
kegotong-royongan tercermin dari keterlibatan berbagai pihak dalam
penyelenggaraan ini. Mereka saling bantu demi terlaksananya Ratip Bajalan ini.
Dalam hal ini ada yang membantu menyiapkan makanan dan minuman, menjadi
pemimpin, dan lain sebagainya. Nilai
religius tercermin dalam doa bersama yang ditujukan kepada Tuhan agar mendapat
perlindungan, keselamatan dan kesejahteraan dalam menjalani kehidupan.
MENGELILINGI PERSAWAHAN
MENGELILINGI PERSAWAHAN
BERDOA BERSAMA
BERDOA BERSAMA
BERDOA BERSAMA